Ardasuara artinya setengah suara atau semi
vokal dan
mempunyai dua fungsi, yaitu:
|
Sebagai aksara wianjana, umpama.
|
|
|
|
Sebagai aksara suara, umpama.
|
= |
jang - krik |
|
= |
kem - plang |
|
= |
bangk - kiang |
|
= |
sam - puak |
|
Jadi arda suara ŗ pada wianjana k, l
pada
p, nania (ia) pada k, dan suku kembung (ua)
pada p, adalah menjadi satu suku dengan wianjana
tersebut. Sekarang
yang menjadi persoalan bagi kita ialah bagaimana pasangnya
kalau:
|
Kata itu mulai dengan:
mendapat pangater (awalan) |
|
Kalau mendapat anusuara. |
|
Kalau kata-kata itu kelihatannya hanya satu suku,
terutama kata-kata
yang berasal dari bahasa Kawi atau Sanskerta. |
Keputusan-keputusan yang diambil pada Pasamuhan Agung
Kecil tahun 1963,
untuk kata-kata tersebut di atas adalah sebagai berikut:
|
|
|
|
|
Ardasuara
anusuara nya semuanya ke ng. Untuk keperluan ini
kita hanya
tinggal merangkaikan saja (gantungan) misalnya:
raris - ngraris |
= |
|
lalu - nglalu |
= |
|
|
wayang- ngwayang |
= |
|
yakti - ngyaktiang |
= |
|
|
|
|
|
|
Mengenai kata-kata yang kelihatannya terdiri dari
satu kata saja,
akibat dari ardasuara:
terutama
dan
dalam Pasamuhan Agung Kecil tahun 1963 masih terdapat
dua pendapat
yang sama-sama mempunyai alasan yang kuat yaitu:
|
Pendapat l:
Hampir 90% dari hadirin
(terutama anak-
anak muda), menghendaki agar kita mempunyai
pegangan yang
kuat terhadap kata-kata yang demikian, kita pakai
saja pegangan
hukum dua suku kata (pada kata dasar) sesuai
dengan hukum
bahasa Austronesia (Bahasa Indonesia, Bali
termasuk rumpun
bahasa tersebut), kalau sudah menjadi Bahasa Bali.
Dengan berpegangan kepada
hukum dua suku
kata (uger-uger kalih wanda), kita akan
lepas dari
pada kesukaran asal-usul bahasa di samping melihat
kenyataan,
bahwa pada umumnya kata-kata yang kita pergunakan
(kruna
lingga) kebanyakan terdiri dari dua suku kata.
Bahkan dalam
hukum Bahasa Indonesia dan Jawa kunapun berlaku
hukum tersebut,
yaitu yang satu jadi dua yang tiga jadi dua. Lihat
contoh
di bawah ini:
Asal kata |
Menjadi |
tar |
detar |
rak |
derak |
lit |
alit |
bang |
abang |
|
Asal kata |
Menjadi |
mas |
emas |
cos |
kecos |
sahaya |
saya |
bahasa |
basa |
|
Asal kata |
Menjadi |
abagus |
bagus |
amerta |
merta |
beladbad |
bladbad |
kawasa |
kuasa |
|
dan lain sebagainya.
Dengan demikian lalu
disimpulkan
sebagai berikut:
Bahwa semua kata-kata yang bekasnya tertulis
menjadi satu
suku kata, setelah termasuk dalam kalimat Bali
kena hukum
dua suku kata, sebagai:
dan lain sebagainya dengan tanpa menghiraukan
asal- usul
kata. Hal ini juga menggampangkan dalam hal
pengisian guru
lagu (pasang jajar).
|
|
Pendapat II:
Pendapat yang lain menyatakan sebagai
berikut:
Kata-kata dengan ardasuara yang berasal dari
Bahasa Sanskerta,
Bahasa Jawa Kuna atau Bali Kuna dan kemudian
menjadi perbendaharaan
Bahasa Bali, tetap ditulis menurut ejaannya
sendiri, kendatipun
lafalnya di Bali- kan, sebagai kata
dan lain sebagainya.
Kesimpulan yang diberikan adalah sebagai
berikut:
|
Jika dalam ucapannya kedengaran sebagai
satu suku
dengan wianjana di mukanya, kedudukannya
berubah sebagai
aksara suara, umpama:
dan lain sebagainya.
Coba perhatikan kata-kata ini:
|
ditulis bergantungan,
sebab asalnya dari |
|
|
ditulis bergantungan,
sebab
ada persamaan dengan |
|
|
ditulis bergantungan,
agar ada perbedaan dengan
kata |
|
|
ditulis bergantungan,
agar ada perbedaan dengan
kata |
|
dan sebagainya.
Keterangan:
|
= dua, |
|
|
= duri, |
|
= lebar, |
|
|
= luha, wanita |
|
|
Jika diucapkan tidak menjadi satu suku
kata dengan
aksara di mukanya, tetap ditulis sebagai
aksara wianjana,
umpama:
Coba perhatikan kata-kata di bawah ini:
Kata |
ada persamaan dengan |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
dan lain sebagainya.
|
Keterangan:
|
Pendapat no. Il
(dua) terutama
dipertahankan oleh almarhum Bapak Kt.
Sukrata dan
beliau berjanji akan membuat kamus kecil,
khusus untuk
kata-kata ini. Oleh karena mengingat kamus
itu tidak
ada sampai sekarang, maka untuk keseragaman
kita pakai
pendapat No. l (satu)
saja,
terutama di sekolah-sekolah rendah.
|
|
Dengan memakai pendapat
No.
l (satu) berarti kita juga telah
memperkuat pasang-
pasang yang telah ada, masuk ke dalam hukum
dua suku
kata, sebagai kata- kata
dan lain sebagainya.
|
|
|
|